Thursday, July 7, 2011

Bab 1-Aktiva tetap

Harga Perolehan Aktiva Tetap (Pasal 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 JO Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
  1. Harga perolehan untuk harta yang diperoleh dari transaksi jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000). Apabila dipengaruhi hubungan istimewa, harga perolehan dihitung berdasarkan jumlah yang seharusnya dikeluarkan (harga pasar wajar).
  2. Harga perolehan untuk harta yang diperoleh dari tukar menukar adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar.
  3. Harga perolehan untuk harta yang diperoleh dalam rangka likuidasi, penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan perusahaan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
  4. Harga perolehan untuk harta yang diperoleh karena sumbangan, bantuan, zakat, hibah serta warisan yang memenuhi syarat pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 adalah Nilai Sisa Buku Fiskal harta yang bersangkutan atau nilai lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
  5. Harga perolehan untuk harta yang diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti saham atau penyertaan modal adalah Nilai pasar dari harta yang bersangkutan (Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000).
  6. Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
    1. Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut, dimana harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak dapat dibebankan (non deductible).
    2. Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisir dalam harga perolehan aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur harga perolehan).

      Metode Penyusutan Aktiva Tetap (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
      1. Untuk aktiva kelompok I s.d. kelompok IV disusutkan dengan memakai metode garis lurus (straight line methode) atau metode saldo menurun (decline balance methode).
      2. Untuk aktiva kelompok bangunan harus disusutkan dengan metode garis lurus.
      3. Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.
      4. Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut :
      Kelompok Harta Berwujud
      Masa Manfaat
      Tarif PenyusutanMetode Garis Lurus
      Tarif Penyusutan Metode Saldo Menurun
      I.
      Bukan Bangunan




      Kelompok I
      4 Tahun
      25%
      50%

      Kelompok II
      8 Tahun
      12,5%
      25%

      Kelompok III
      16 Tahun
      6,25%
      12,5%

      Kelompok IV
      20 Tahun
      5%
      10%
      II.
      Bangunan :




      Permanen
      20 Tahun
      5%


      Tidak Permanen
      10 Tahun
      10%

      Contoh penggunaan metode garis lurus :
      Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000,00 (= Rp 100.000.000,00 / 20)
      Contoh penggunaan metode saldo menurun :
      Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan Rp 150.000.000,00. Masa manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun (tarif penyusutannya 50%). Maka perhitungan penyusutannya adalah sbb :
      Tahun
      Tarif
      Penyusutan
      Nilai Sisa Buku
             
      Harga perolehan
         
      150.000.000,00
      2000
      50%
      75.000.000,00
      75.000.000,00
      2001
      50%
      37.500.000,00
      37.500.000,00
      2002
      50%
      18.750.000,00
      18.750.000,00
      2003
      Disusutkan sekaligus
      18.750.000,00
      0
             

      Penetapan kelompok-kelompok aktiva tetap diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (Kelompok aktiva non bangunan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 dan khusus untuk perusahaan pertambangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521/KMK.04/2000

      Bangunan tidak permanen adalah  bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
      •  
      Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002, harta berwujud berupa komputer, printer, scanner dan sejenisnya yang semula masuk ke dalam kelompok II berubah menjadi kelompok I. Penghitungan penyusutannya sbb :
        - Penyusutan berdasarkan ketentuan lama (penyusutan kelompok II) berlaku sampai bulan Maret 2002.
        Penyusutan dengan ketentuan baru (penyusutan kelompok I) berlaku mulai April 2002, dengan tetap menggunakan sisa manfaat semula yang akan mengalami penyesesuain/ percepatan secara otomatis.

      Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha tersebut, yang ketentuannya akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
      •  
      Apabila terjadi pengalihan atau penarikan aktiva tetap tersebut di atas, maka jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dan jumlah harga jual (nilai pasar) atau penggantian asuransi yang diterima atau diperoleh diakui sebagai penghasilan.
      •  
      Dalam hal penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Dirjen Pajak jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva yang bersangkutan dapat dibebankan sebagai biaya masa kemudian tersebut (matching expense againt revenue).
      •  
      Dalam hal pengalihan aktiva berupa bantuan, sumbangan, atau hibah yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, maka nilai sisa buku fiskal harta tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya (kerugian) bagi pihak yang mengalihkan dan bukan penghasilan bagi pihak yang menerima. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, maka bagi pihak yang mengalihkan nilai sisa bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan bagi penerimanya merupakan penghasilan.

No comments:

Post a Comment